Unggas Indonesia
   Membangun Industri Perunggasan Nasional Mandiri

www.alabio.cjb.net

Home

Sponsor

Buku Tamu

e-mail

Profil Surat2 Periklanan FAQ

Larangan Impor Paha Ayam AS


Masuknya paha ayam impor ke pasar lokal merusak harga jual daging ayam mengingat perbedaan harga yang mencolok. Harga paha ayam eks impor US$ 0,5 per kg atau berkisar Rp 3.700 - 5.500 per kg dibandingkan harga daging ayam Rp 10.000 / kg. Paha ayam dan sayap (leg quarter) tidak dikonsumsi oleh masyarakat AS (second choice), sebanyak 2,4 juta ton / tahun harus diekspor. Kebijakan Departemen Pertanian adalah tidak merekomendasikan pemasukan paha ayam AS karena kemungkinan kehalalannya diragukan dan dapat menghancurkan peternakan rakyat. Sejauh ini diduga sebanyak 20.000 ton paha ayam asal AS dengan total nilai 7,4 juta US$ masuk ke Indonesia. Ditjen Bea Cukai telah menahan 13 kontainer berisi paha ayam, beberapa kontainer sebelumnya sudah direekspor atau dimusnahkan. 

PT Bandar Batavia Jaya selaku salah satu importir mengaku telah menandatangani kontrak untuk mengimpor sebanyak 50 kontainer paha ayam asal AS yang yang dikirim secara bertahap selama 6 bulan. Sejauh ini sudah 13 kontainer yang ditahan oleh Bea Cukai, sementara 37 kontainer sisanya masih dalam perjalanan. PT BBJ menyatakan sudah mengantongi rekomendasi dari Kepala Dinas Peternakan DKI Jakarta. Termasuk pembayaran Bea Masuk 5 % dan PPh 21 sebesar 2,5 % untuk importasi tersebut. Tindakan penyegelan yang dilakukan Bea Cukai disebabkan oleh belum dilengkapinya surat rekomendasi impor dari Ditjen Peternakan Deptan.

Menteri Pertanian Bungaran saragih sepakat untuk tidak memasukkan paha ayam asal AS ke pasar dalam negeri. Departemen Pertanian tidak merekomendasikan impor paha dan sayap ayam (leg quarter) mempertimbangkan adanya keraguan atas kehalalan produk tersebut serta resiko hancurnya potensi peternakan ayam rakyat. Sementara Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengancam akan membawa kasus penolakan Indonesia atas paha ayam negara tersebut ke sidang WTO kendati dirasakannya telah memenuhi standard halal.

Setelah 2 tahun kasus itu berlalu (mulai mencuat akhir Mei 1999), sampai sekarang masih terjadi polemik kebijakan antara Deperindag dan Deptan. Untuk mengakhiri silang pendapat, HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) memprakarsai dilangsungkannya rapat koordinasi antara pelaku-pelaku bisnis, asosiasi, dan instansi terkait yaitu antara lain GAPPI (Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia), GPPU (Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Pengusaha Makanan Ternak), ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia), PPUN (Persatuan Peternak Unggas Nusantara)FK_PKMI (Forum Komunikasi Pengusaha Kecil & Menengah Indonesia), YLKI (Yayasan lembaga Konsumen Indonesia), MUI (Majelis Ulama Indonesia),Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan, IPB, Ditjen Bina Pronak Deptan, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil-hasil Pertanian Deptan, Ditjen Kerjasama Industri dan perdagangan Internasional Deperindag, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Deperindag, dan Ditjen Bea dan Cukai. Hasil pertemuan tersebut akan diserahkan kepada Presiden.