Unggas Indonesia
   Membangun Industri Perunggasan Nasional Mandiri

www.alabio.cjb.net

Home

Sponsor

Buku Tamu

e-mail

Profil Surat2 Periklanan FAQ

Penggunaan Jagung Dalam Industri Pakan Ternak


Industri peternakan nasional khususnya perunggasan sejak April tahun lalu dihebohkan dengan pelarangan bongkar jagung sebanyak puluhan ribu ton (35.000 ton dan 68.000 ton) oleh Departemen Pertanian yang terlanjur diimpor dari Argentina. Belakangan dampak larangan bongkar itu ternyata membawa pengaruh yang parah, menyebabkan tingginya harga jagung di dalam negeri mendekati Rp 1.500 per kg. Karena produksi jagung lokal baru akan melakukan panen raya Agustus mendatang sehingga kapasitas suplainya jauh berkurang. Peternak dan Pabrik Pakan sangat kesulitan untuk memperoleh jagung, meskipun dengan harga mahal. Harga itu dan kurs dollar saat itu mengingatkan krisis perunggasan nasional 3 tahun lalu, yang memporakporandakan industri perunggasan, bahkan pengaruhnya masih terasa hingga kini.

                        Tabel 1. Kapasitas Pabrik Pakan Ternak


Pabrik Pakan Ternak

1997 1998 1999 2000
(dalam ribuan ton)
Charoen Pokphand 1,640 720 1,023 1,600
Japfa Comfeed 1,113 516 600 1,000
Sierad Feedmill 318 120 204 265.2
Wonokojo 216 78 132 171.6
Gold Coin 240 108 125.4 138
Cargill Indonesia 204 114 121.2 133.3
Indo Bunge 120 108 120 132
Lain-lain 2,179 774 1,041 1,041
Total 6,030 2,538 3,367 4,481.5
Sumber : ASA (American Soybean Association) Indonesia

Sejalan dengan perbaikan ekonomi nasional, operasional pabrik pakan terlihat mulai bergerak. Ini diperkuat oleh data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Departemen Pertanian dan Kehutanan yang mengindikasikan bahwa performa industri pakan ternak mulai membaik meskipun masih sangat didominasi oleh industri skala besar. Total kapasitas terpasang dari industri pabrik pakan nasional adalah sekitar 10 juta ton per tahun. Dominasi produksi pakan berturut-turut adalah Charoen Pokphand (28,10 %), Jaopfa Comfeed (17,07 %), Anwar Sierad (11,58 %), Wonokoyo (8,67 %), Cheil Samsung (7,89 %), Cargill (6,32 %), Gold Coin (3,27 %), Subur (3,18 %), Sinta (1,97 %), Sentra Profeed (1,89 %), dan Lain-lain (9,86 %). Apabila kondisi politik dan ekonomi mendukung, serta ditopang oleh hasil panen jagung yang baik (tidak diganggu oleh cuaca buruk atau hama), maka ditargetkan pada tahun 2001 dan seterusnya tingkat produksi pakan ternak bisa mencapai lebih dari 6,5 juta ton.  

Tingkat penggunaan jagung dalam pakan (unggas) berkisar antara 45 - 55 %, sehingga diperhitungkan bahwa industri pakan ternak nasional setiap tahunnya membutuhkan sebanyak 3,5 juta ton jagung. Suplai jagung sangat tergantung pada musim tanam sehingga tanpa sistem penyimpanan yang baik  bisa dipastikan akan terjadi suplai berlebihan pada saat panen raya dan suplai kekurangan pada saat antara panen atau gangguan cuaca buruk dan serangan hama penyakit. Tingkat harga  bervariasi tajam akibat fluktuasi suplai tersebut. Pada saat tingkat suplai jagung lokal tidak mencukupi kebutuhan industri pakan, maka biasa dilakukan importasi jagung dari negara-negara produsen utama seperti Cina, Vietnam, Argentina, dan lain-lain. Jumlah impor jagung berkisar 500 - 800  ribu ton per tahun. Hingga semester pertama tahun ini telah diimpor jagung sebanyak 500.000 ton, yang diperkirakan akan mendekati 1 juta ton impor sampai akhir tahun 2001. Impor jagung meningkat signifikan sejak tahun 1998, yang semula 310.000 ton menjadi 620.000 ton (1999), lalu sekitar 1 juta ton selama tahun 2000. Harga jagung di pasar internasional berkisar US$ 110/ton. 

Produksi jagung lokal sebesar 11 juta ton per tahun adalah cukup untuk memenuhi kebutuhan jagung, tetapi ketersediaannya terjadi bersamaan. Pada saat panen raya, suplai melimpah menyebabkan harga jagung dalam negri jatuh dan mendorong pedagang hasil bumi) untuk mengekspor ke luar negri.  Sebaliknya pada saat paceklik, harga jagung lokal naik dan mendorong pedagang untuk mengimpor jagung. Apabila ikut memperhitungkan faktor nilai tukar rupiah yang sangat fluktuatif, maka harga jagung bisa menjadi sangat mahal seperti yang terjadi sekarang ini.  Daya simpan untuk menghindari variasi suplai dan harga di kalangan produsen masih rendah, sehubungan masih sedikitnya tersedia silo penyimpanan dan pengeringan jagung di sentra-sentra produksi jagung. Penyimpanan sederhana yang terlalu lama di tingkat petani atau pengumpul akan meningkatkan kandungan aflatoksin pada jagung yang menurunkan kualitas komoditi tersebut. Setidaknya 24 jam setelah panen, jagung sudah bisa dikirim ke pabrik pakan.

      Tabel 2. Proyeksi Nasional Produksi dan Permintaan 
                                  Jagung 1980 - 2000

No

Tahun

Produksi 

Permintaan 

(dalam ribuan ton)

1

1980

3,991 3,894
2

1985

3,099 5,246
3

1990

5,389 6,790
4

1995

6,360 6,408
5

2000

7,026 7,149
Sumber : Departemen Pertanian

 Kebanyakan penanaman jagung dilakukan pada lahan kering yang mengandalkan dukungan curah hujan sehingga biasanya saat musim tanam dilakukan serempak pada saat musim hujan. Biasanya berlangsung pada bulan Februari - Maret sehingga panen akan berlangsung hampir bersamaan. Benih jagung lokal hanya mampu menghasilkan sekitar 2,9 ton per hektar.Jawa Timur sebagai sentra utama produksi jagung (35 % dari produksi nasional) mampu menghasilkan sekitar 3,4 juta ton pada areal seluas 1,2 juta ha.  Jagung varietas unggul mempunyai produktivitas 4,5 - 5,7 ton / ha. Belakangan ini mulai populer diperkenalkan jagung hibrida yang mampu menghasilkan lebih dari 6 ton per hektar, dengan berbagai kelebihan karakteristik seperti tahan terhadap kekeringan dan kebasahan, serta tahan serangan hama penyakit yang biasa menyerang tanaman jagung.  Tingkat produktivitas jagung di luar negeri relatif masih lebih tinggi dibandikan Indonesia, misalnya RRC 3,85 ton/ha dan Korea Selatan 6,14 ton/ha. Meskipun demikian ada peningkatan produktivitas jagung di sini dengan digunakannya varietas-varietas baru yang lebih unggul. Pada awal Pelita I produksi jagung nasional rata-rata hanya 0,9 ton/ha. 

Selama pola tanam dan sistem penyimpanan tidak dirubah, maka problema ketersediaan jagung akan selalu menjadi masalah, meskipun secara teoritis Indonesia mampu berswasembada jagung. Luas lahan kering di Indonesia ditaksir 51.410.113 hektar, padahal luasan yang sudah ditanami jagung baru seluas 3,3 juta hektar. Belum lagi bila memanfaatkan lahan-lahan persawahan atau menggunakan sistem multi tanaman yang ditumpangkan dengan tanaman lain. Iklim tropis adalah cocok untuk mengembangkan budi daya jagung secara optimal. Rendahnya produktivitas jagung di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Varietas unggul belum digunakan sepenuhnya
2. Belum menggunakan benih berkualitas
3. Teknik budi daya, pemupukan dan pengendalian hama penyakit belum adoptif terhadap
     perkembangan teknologi maju yang ada di lapangan.

Dengan harga jual yang fluktuatif, petani tidak terlalu bergairah untuk menanam jagung dan sering mengkonversikan lahannya untuk tanaman lain. Pedagang pengumpul atau pedagang hasil bumi menikmati lebih banyak selisih harga dan berspekulasi. Tidak jarang jagung ditahan di tempat penyimpanan menunggu harga jual semakin tinggi baru dilepas ke konsumen (produsen pakan ternak). Tidak aneh menemukan jagung berkutu, berjamur, dan basah pada kondisi-kondisi seperti itu. Petani dalam posisi kelemahan perputaran modal tidak memungkinkan untuk berlama-lama menahan jagung. Petani secara kolektif seharusnya membuat sistem pengeringan yang memadai dan berhubungan langsung dengan produsen pakan ternak. Mata rantai distribusi dibenahi untuk memperbaiki "bargaining position" petani, sehingga diperoleh tingkat harga jual jagung yang wajar dan konsisten yang juga menguntungkan pabrik pakan untuk lebih mudah menyusun rencana produksi. 

Beberapa daerah potensial diproyeksikan untuk menjadi sentra produksi jagung seperti misalnya Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur. Penyebarluasan varietas unggul bahkan hibrida diharapkan mampu mendongkrak tingkat produktivitas jagung sehingga bisa menyamai prestasi di negara lain. Untuk menghindari suplai berlebihan yang bisa menjatuhkan harga maka dilakukan peubahan pola tanam di suatu daerah, misalnya dari pola tanam padi - padi - jagung dirubah menjadi padi - jagung - jagung. Petani secara kolektip membangun sistem penyimpanan yang baik dan bernegosiasi langsung dengan konsumen atau kepanjangan tangan konsumen dalam praktek-praktek penjualan untuk mempertahankan harga jual yang tetap menguntungkan petani produsen.
    

                         Tabel 3. Produksi Pakan Nasional

Jenis Pakan

1997

1998

1999

2000

Pakan Broiler  2,121 643 1,369 1,951
Pakan Petelur  2,762 1,146 1,168 1,684
Pakan Babi  680 500 500 500
Pakan Akuatik  467 249 538 346
Total 6,030 2,538 3,367 4,481
Sumber : ASA Indonesia

Sejak bulan Maret 2001 Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah mengeluarkan surat edaran yang berisi pelarangan masuk atas seluruh produk pertanian dan ternak yang diimpor dari negara yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Beberapa negara yang diketahui belum mampu mengendalikan wabah PMK antara lain Inggris, Belanda, Argentina dan Uruguay. Sebaliknya jenis-jenis komoditi tertentu seperti produk hewan (daging unggas, kulit hewan ruminansia, bulu dan wol olahan) diperbolehkan masuk ke dalam wilayah Indonesia dari negara-negara yang sudah berhasil mengendalikan PMK antara lain Perancis, Irlandia, Peru dan Brazil. PMK berjangkit di Inggris,  yang sesuai kemampuan virus untuk penyebarannya, bulan Maret lalu diketahui telah menular ke Argentina. Indonesia sendiri sudah dinyatakan sebagai negara yang bebas PMK sejak tahun 1990. 

PMK pertama kali ditemukan berjangkit di Indonesia tepatnya di Malang, yang dengan cepat menjalar ke banyak kabupaten di Jawa Timur. Virus bisa diidentifikasi sebagai galur O11. Serangan terakhir terjadi tahun 1983 di pulau Bali dan Jawa. Dengan program pemberantasan yang ketat dan menyeluruh, sejak tahun 1986 penyakit ini sudah tidak lagi ditemukan di Indonesia. Atas evaluasi dari FAO (Food Agriculture Organization), tahun 1990 Indonesia dinyatakan sebagai negara yang sudah bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku. Virus ini (entero virus dari keluarga Picornaviridae) menular secara langsung, tidak langsung bahkan melalui angin yang apabila kondisi cocok dapat menjangkau wilayah sejauh 250 km. Dampak PMK tidak mematikan ternak, tetapi akan menurunkan kemampuan produksi secara signifikan. Direktur Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian meyakinkan bahwa sektor industri peternakan akan mengalami kerugian Rp 70 triliun setiap tahunnya apabila PMK kembali mewabah di Indonesia.