Industri peternakan nasional khususnya perunggasan sejak April
tahun lalu
dihebohkan dengan pelarangan bongkar jagung sebanyak puluhan ribu ton (35.000 ton dan
68.000 ton) oleh Departemen Pertanian yang terlanjur diimpor dari Argentina.
Belakangan dampak larangan bongkar itu ternyata membawa pengaruh yang parah,
menyebabkan tingginya harga jagung di dalam negeri mendekati Rp 1.500 per kg.
Karena produksi jagung lokal baru akan melakukan panen raya Agustus mendatang
sehingga kapasitas suplainya jauh berkurang. Peternak dan Pabrik Pakan sangat
kesulitan untuk memperoleh jagung, meskipun dengan harga mahal. Harga itu dan
kurs dollar saat itu mengingatkan krisis perunggasan nasional 3 tahun lalu, yang
memporakporandakan industri perunggasan, bahkan pengaruhnya masih terasa hingga
kini.
Tabel 1. Kapasitas Pabrik Pakan Ternak |
Pabrik Pakan Ternak
|
1997 |
1998 |
1999 |
2000 |
(dalam ribuan ton) |
Charoen Pokphand |
1,640 |
720 |
1,023 |
1,600 |
Japfa Comfeed |
1,113 |
516 |
600 |
1,000 |
Sierad Feedmill |
318 |
120 |
204 |
265.2 |
Wonokojo |
216 |
78 |
132 |
171.6 |
Gold Coin |
240 |
108 |
125.4 |
138 |
Cargill Indonesia |
204 |
114 |
121.2 |
133.3 |
Indo Bunge |
120 |
108 |
120 |
132 |
Lain-lain |
2,179 |
774 |
1,041 |
1,041 |
Total |
6,030 |
2,538 |
3,367 |
4,481.5 |
|
Sumber : ASA (American Soybean Association)
Indonesia |
Sejalan dengan perbaikan ekonomi nasional, operasional pabrik pakan
terlihat mulai bergerak. Ini diperkuat oleh data dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan (Puslitbang) Departemen Pertanian dan Kehutanan yang
mengindikasikan bahwa performa industri pakan ternak mulai membaik meskipun
masih sangat didominasi oleh industri skala besar. Total kapasitas terpasang
dari industri pabrik pakan nasional adalah sekitar 10 juta ton per tahun.
Dominasi produksi pakan berturut-turut adalah Charoen Pokphand (28,10 %), Jaopfa
Comfeed (17,07 %), Anwar Sierad (11,58 %), Wonokoyo (8,67 %), Cheil Samsung
(7,89 %), Cargill (6,32 %), Gold Coin (3,27 %), Subur (3,18 %), Sinta (1,97 %),
Sentra Profeed (1,89 %), dan Lain-lain (9,86 %). Apabila kondisi politik dan ekonomi
mendukung, serta ditopang oleh hasil panen jagung yang baik (tidak diganggu oleh
cuaca buruk atau hama), maka ditargetkan pada tahun 2001 dan seterusnya tingkat produksi pakan
ternak bisa mencapai lebih dari 6,5 juta ton.
Tingkat penggunaan jagung dalam pakan (unggas) berkisar antara 45 - 55 %,
sehingga diperhitungkan bahwa industri pakan ternak nasional setiap tahunnya
membutuhkan sebanyak 3,5 juta ton jagung. Suplai jagung sangat tergantung pada
musim tanam sehingga tanpa sistem penyimpanan yang baik bisa dipastikan
akan terjadi suplai berlebihan pada saat panen raya dan suplai kekurangan pada
saat antara panen atau gangguan cuaca buruk dan serangan hama penyakit. Tingkat
harga bervariasi tajam akibat fluktuasi suplai tersebut. Pada saat
tingkat suplai jagung lokal tidak mencukupi kebutuhan industri pakan, maka biasa
dilakukan importasi jagung dari negara-negara produsen utama seperti Cina,
Vietnam, Argentina, dan lain-lain. Jumlah impor jagung berkisar 500 - 800
ribu ton per tahun. Hingga semester pertama tahun ini telah diimpor jagung
sebanyak 500.000 ton, yang diperkirakan akan mendekati 1 juta ton impor sampai
akhir tahun 2001. Impor jagung meningkat signifikan sejak tahun 1998, yang
semula 310.000 ton menjadi 620.000 ton (1999), lalu sekitar 1 juta ton selama
tahun 2000. Harga jagung di pasar internasional berkisar US$ 110/ton.
Produksi jagung lokal sebesar 11 juta ton per tahun adalah cukup untuk memenuhi
kebutuhan jagung, tetapi ketersediaannya terjadi bersamaan. Pada saat panen
raya, suplai melimpah menyebabkan harga jagung dalam negri jatuh dan mendorong
pedagang hasil bumi) untuk mengekspor ke luar negri. Sebaliknya pada saat
paceklik, harga jagung lokal naik dan mendorong pedagang untuk mengimpor jagung.
Apabila ikut memperhitungkan faktor nilai tukar rupiah yang sangat fluktuatif,
maka harga jagung bisa menjadi sangat mahal seperti yang terjadi sekarang
ini. Daya simpan untuk menghindari variasi suplai dan harga di kalangan
produsen masih rendah, sehubungan masih sedikitnya tersedia silo penyimpanan dan
pengeringan jagung di sentra-sentra produksi jagung. Penyimpanan sederhana yang
terlalu lama di tingkat petani atau pengumpul akan meningkatkan kandungan
aflatoksin pada jagung yang menurunkan kualitas komoditi tersebut. Setidaknya 24
jam setelah panen, jagung sudah bisa dikirim ke pabrik pakan.
Tabel 2. Proyeksi Nasional Produksi dan Permintaan
Jagung 1980 - 2000 |
No |
Tahun |
Produksi |
Permintaan |
(dalam ribuan ton) |
1 |
1980 |
3,991 |
3,894 |
2 |
1985 |
3,099 |
5,246 |
3 |
1990 |
5,389 |
6,790 |
4 |
1995 |
6,360 |
6,408 |
5 |
2000 |
7,026 |
7,149 |
Sumber : Departemen Pertanian |
Kebanyakan penanaman jagung dilakukan pada lahan kering yang mengandalkan
dukungan curah hujan sehingga biasanya saat musim tanam dilakukan serempak pada
saat musim hujan. Biasanya berlangsung pada bulan Februari - Maret sehingga
panen akan berlangsung hampir bersamaan. Benih jagung lokal hanya mampu
menghasilkan sekitar 2,9 ton per hektar.Jawa Timur sebagai sentra utama produksi
jagung (35 % dari produksi nasional) mampu menghasilkan sekitar 3,4 juta ton
pada areal seluas 1,2 juta ha. Jagung varietas unggul mempunyai
produktivitas 4,5 - 5,7 ton / ha. Belakangan ini mulai populer
diperkenalkan jagung hibrida yang mampu menghasilkan lebih dari 6 ton per hektar, dengan
berbagai kelebihan karakteristik seperti tahan terhadap kekeringan dan
kebasahan, serta tahan serangan hama penyakit yang biasa menyerang tanaman
jagung. Tingkat produktivitas jagung di luar negeri relatif masih
lebih tinggi dibandikan Indonesia, misalnya RRC 3,85 ton/ha dan Korea Selatan
6,14 ton/ha. Meskipun demikian ada peningkatan produktivitas jagung di sini
dengan digunakannya varietas-varietas baru yang lebih unggul. Pada awal Pelita I
produksi jagung nasional rata-rata hanya 0,9 ton/ha.
Selama pola tanam dan sistem penyimpanan tidak dirubah, maka problema
ketersediaan jagung akan selalu menjadi masalah, meskipun secara teoritis
Indonesia mampu berswasembada jagung. Luas lahan kering di Indonesia ditaksir
51.410.113 hektar, padahal luasan yang sudah ditanami jagung baru seluas 3,3
juta hektar. Belum lagi bila memanfaatkan lahan-lahan persawahan atau
menggunakan sistem multi tanaman yang ditumpangkan dengan tanaman lain. Iklim
tropis adalah cocok untuk mengembangkan budi daya jagung secara optimal.
Rendahnya produktivitas jagung di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
1. Varietas unggul belum digunakan sepenuhnya
2. Belum menggunakan benih berkualitas
3. Teknik budi daya, pemupukan dan pengendalian hama penyakit belum adoptif
terhadap
perkembangan teknologi maju yang ada di lapangan.
Dengan harga jual yang fluktuatif, petani tidak terlalu bergairah untuk menanam
jagung dan sering mengkonversikan lahannya untuk tanaman lain. Pedagang
pengumpul atau pedagang hasil bumi menikmati lebih banyak selisih harga dan
berspekulasi. Tidak jarang jagung ditahan di tempat penyimpanan menunggu harga
jual semakin tinggi baru dilepas ke konsumen (produsen pakan ternak). Tidak aneh
menemukan jagung berkutu, berjamur, dan basah pada kondisi-kondisi seperti itu.
Petani dalam posisi kelemahan perputaran modal tidak memungkinkan untuk
berlama-lama menahan jagung. Petani secara kolektif seharusnya membuat sistem
pengeringan yang memadai dan berhubungan langsung dengan produsen pakan ternak.
Mata rantai distribusi dibenahi untuk memperbaiki "bargaining
position" petani, sehingga diperoleh tingkat harga jual jagung yang wajar
dan konsisten yang juga menguntungkan pabrik pakan untuk lebih mudah menyusun
rencana produksi.
Beberapa daerah potensial diproyeksikan untuk menjadi sentra produksi jagung
seperti misalnya Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur.
Penyebarluasan varietas unggul bahkan hibrida diharapkan mampu mendongkrak
tingkat produktivitas jagung sehingga bisa menyamai prestasi di negara lain.
Untuk menghindari suplai berlebihan yang bisa menjatuhkan harga maka dilakukan
peubahan pola tanam di suatu daerah, misalnya dari pola tanam padi - padi -
jagung dirubah menjadi padi - jagung - jagung. Petani secara kolektip membangun
sistem penyimpanan yang baik dan bernegosiasi langsung dengan konsumen atau
kepanjangan tangan konsumen dalam praktek-praktek penjualan untuk mempertahankan
harga jual yang tetap menguntungkan petani produsen.
Tabel 3. Produksi Pakan Nasional |
Jenis Pakan |
1997 |
1998 |
1999 |
2000 |
Pakan Broiler |
2,121 |
643 |
1,369 |
1,951 |
Pakan Petelur |
2,762 |
1,146 |
1,168 |
1,684 |
Pakan Babi |
680 |
500 |
500 |
500 |
Pakan Akuatik |
467 |
249 |
538 |
346 |
Total |
6,030 |
2,538 |
3,367 |
4,481 |
Sejak bulan Maret 2001 Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah
mengeluarkan surat edaran yang berisi pelarangan masuk atas seluruh produk
pertanian dan ternak yang diimpor dari negara yang terjangkit Penyakit Mulut dan
Kuku (PMK). Beberapa negara yang diketahui belum mampu mengendalikan wabah PMK
antara lain Inggris, Belanda, Argentina dan Uruguay. Sebaliknya jenis-jenis
komoditi tertentu seperti produk hewan (daging unggas, kulit hewan ruminansia,
bulu dan wol olahan) diperbolehkan masuk ke dalam wilayah Indonesia dari
negara-negara yang sudah berhasil mengendalikan PMK antara lain Perancis,
Irlandia, Peru dan Brazil. PMK berjangkit di Inggris, yang sesuai
kemampuan virus untuk penyebarannya, bulan Maret lalu diketahui telah menular ke
Argentina. Indonesia sendiri sudah dinyatakan sebagai negara yang bebas PMK
sejak tahun 1990.
PMK pertama kali ditemukan berjangkit di Indonesia tepatnya di Malang, yang
dengan cepat menjalar ke banyak kabupaten di Jawa Timur. Virus bisa
diidentifikasi sebagai galur O11. Serangan terakhir terjadi tahun 1983 di pulau
Bali dan Jawa. Dengan program pemberantasan yang ketat dan menyeluruh, sejak
tahun 1986 penyakit ini sudah tidak lagi ditemukan di Indonesia. Atas evaluasi
dari FAO (Food Agriculture Organization), tahun 1990 Indonesia dinyatakan
sebagai negara yang sudah bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku. Virus ini (entero
virus dari keluarga Picornaviridae) menular secara langsung, tidak langsung
bahkan melalui angin yang apabila kondisi cocok dapat menjangkau wilayah sejauh
250 km. Dampak PMK tidak mematikan ternak, tetapi akan menurunkan kemampuan
produksi secara signifikan. Direktur Jendral Bina Produksi Peternakan,
Departemen Pertanian meyakinkan bahwa sektor industri peternakan akan mengalami
kerugian Rp 70 triliun setiap tahunnya apabila PMK kembali mewabah di
Indonesia.
|