Kualitas Pellet Pakan Unggas Pedaging
W.A.Dozier, III. Phd
Feed International, June 2001
Patokan kualitas pellet bervariasi untuk jenis-jenis unggas pedaging. Kualitas pellet terutama
penting untuk itik dimana index ketahanan pellet (PDI = pellet durability index) diupayakan 96 %
untuk penampilan produksi yang optimum, sedangkan untuk pakan kalkun target PDI 90 % atau broiler PDI 80 %. Pada umumnya upaya mengoptimalkan PDI tetap merupakan alasan yang baik sepanjang perbaikan PDI bisa mengefisienkan biaya. Kendalanya adalah memastikan teknik manajemen
dan teknologi pelleting mana yang paling efisien untuk diaplikasikan dalam produksi pakan
unggas.
Kebanyakan pakan unggas di banyak negara diproduksi dalam bentuk butiran maupun pellet. Keuntungan memproses pellet adalah : mengurangi pengambilan pakan secara seletif oleh unggas, meningkatkan ketersediaan nutrisi, menurunkan enerji yang dibutuhkan sewaktu mengkonsumsi pakan, mengurangi kandungan bakteri pathogen, meningkatkan kepadatan pakan sehingga dapat mengurangi biaya
penggunaan truk, mengurangi penyusutan pakan karena debu, dan memperbaiki penanganan pakan pada
penggunaan alat makan otomatis. Semua keuntungan ini akan secara dratis menurunkan biaya produksi.
Kualitas pellet bagi ternak terrestrial, berbeda dengan spesies akuatik, sangat terkait
dengan durabilitas, yaitu ketahanan fisik dari pakan pellet menghadapi proses penanganan dan tran
sportasi sehingga dihasilkan tepung maupun patahan pellet dalam jumlah minimum. Durabilitas diukur dengan nilai persentase pellet ataupun tepung dalam pakan jadi
disingkat sebagai PDI ("pellet durability index"). PDI menggambarkan persentase berat pellet yang
tetap utuh setelah melewati alat uji standar (KSU tumbling cane, Holman tester, Kahl tester,
dll).
Penampilan Ayam VS Kualitas Pellet
Zatari et al (1990) membandingkan dua jenis pakan yang berbeda kualitas pellet (75 % pellet dan
25 % tepung versus 25 % pellet dan 75 % tepung) terhadap penampilan ayam broiler selama periode
pemeliharaan 49 hari. Pakan 75 % pellet memberikan keuntungan dalam hal berat badan
akhir dan nilai konversi pakan kumulatif dibandingkan pakan 25 % pellet (Gambar 1 dan 2). Dibandingkan dengan ayam broiler, kalkun bereaksi negatip terhadap peningkatan persentase tepung dalam pakan. Kualitas pellet merupakan faktor kritis bagi kalkun mengingat spesies ini menghabiskan banyak waktu mengkonsumsi pakan sehingga kualitas pellet yang kurang baik menyebabkan lebih banyak pakan sisa. Menggunakan kalkun jantan yang dipelihara sejak umur 7 sampai 18
minggu, Brewer et al (1990) memperlihatkan adanya perbaikan nilai konversi pakan sebesar 7 dan 10
point pada kalkun yang mengkonsumsi pakan 10 % tepung dibandingkan jika diberikan pakan 50 % tepung (Gambar 3).
|
|
Gbr 1. Berat badan broiler diberi pakan
25 % tepung 75 % pellet selama 49 hari (dari Zatari et al.,
1990) |
Gbr 2. Konversi pakan broiler diberi
pakan 25 % pellet 75 % pellet selama 49 hari (dari Zatari et al.,
1990) |
Gbr 3. Konversi pakan pada kalkun
diberi pakan mengandung 50 % dan 10 % tepung pada 2 musim yang
berbeda selama umur 7 - 18 minggu (dari Brewer et al., 1990) |
Kualitas pellet memberikan pengaruh yang lebih beragam jika diberikan kepada itik,
dibandingkan terhadap broiler dan kalkun. Seringkali ditemukan material lengket pada paruh itik yang diberi pakan
tepung. Pengerasan sisa pakan tersebut mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan pakan yang
terbuang sementara itik membersihkan paruhnya dengan air dalam upaya untuk menyingkirkan material yang melekat tersebut (Gambar 4). Dean (1986) menunjukkan bahwa penurunan kandungan tepung
dalam pakan dari 16 % menjadi 0 % mengarah pada peningkatan 2,8 % nisbah konversi pakan (Gambar
5).
|
|
Gbr 4. Pengaruh pelleting terhadap FCR
kumulatif pada itik Peking sampai umur 42 minggu (dari Dean, 1986) |
Gbr 5. Pengaruh kualitas pellet
terhadap kumulatif FCR pada itik Peking sampai umur 42 minggu (Dean,
1996) |
Tahap-tahap Memperbaiki Kualitas Pellet
Bahan baku mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap kualitas pellet. Kandungan perekat
(binder) alami (misalnya pati), protein, serat, mineral dan lemak dari bahan baku akan mempengaruhi kualitas
pellet. Barley, gandum, kanola dan rape seed meal mengandung perekat alami yang membentuk ikatan
fisik - kimia selama proses untuk menghasilkan pellet yang berkualitas lebih baik. Meskipun demikian, di luar kawasan Eropa dimana banyak menggunakan gandum dan rape seed meal sebagai bahan utama, pakan unggas yang banyak menggunakan bijian (jagung atau sorghum) dan bungkil kedele mempunyai daya rekat yang rendah.
Dalam banyak hal, formulasi pakan ayam pedaging mendasarkan pada metoda "least cost" maupun "optimal
cost" yang tidak memperhitungkan "pelletabilitas" setiap bahan baku. Selain pilihan bahan baku,
teknik manajemen lainnya menawarkan upaya-upaya mengefektifkan biaya untuk memperbaiki kualitas pellet.
Pakan mengandung bijian kasar dalam jumlah banyak membutuhkan penanganan yang ekstra dinitikberatkan pada ukuran partikel, kondisioner, kondisi die dan kandungan lemak (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh
Faktor-faktor Pelleting terhadap Kualitas Pellet |
|
|
Faktor |
Perbaikan PDI (%) |
Penambahan 15 %
gandum ke pakan basis jagung-bungkil kedele |
11,6 |
Penambahan perekat
sintetis (binder) 1,25 % ke dalam pakan basis jagung - bungkil
kedele |
12,5 |
Meningkatkan suhu
kondisioning 10 oF (1) |
10,0 |
Mengurangi lemak
dalam mixer dari 1 % ke 0 % |
5,0 |
Mengurangi ukuran
partikel dari 665 menjadi 500 mikron (2) |
14,5 |
Meningkatkan
kelembaban bahan tepung dalam mixer dari 12 ke 14,5 % (3) |
10,0 |
Menggunakan expander
plus pelleting versus pelleting (4) |
15,0 |
1Winowiski,
1999 2McEllhiney, 1992 3Greer and Fairchild, 1999 4Smith
et al., 1995 |
|
Menghindari Penggilingan Tidak Ekonomis
Menggiling bijian menjadi ukuran partikel yang halus akan meningkatkan kualitas pellet. Semakin
kecil partikel akan semakin besar luas permukaan yang memungkinkan penetrasi panas dan kelembaban
lebih cepat ke inti partikel selama proses kondisioning sehingga dapat meningkatkan pemasakan dan
gelatinasi sel-sel pati. Ukuran partikel yang optimum untuk meningkatkan durabilitas pellet pada pakan unggas dengan kandungan utama jagung-kedele haruslah dalam kisaran 650 - 700 mikron.
Memperkecil ukuran partikel jagung menjadi 500 mikron akan memperbaiki kualitas pellet dibandingkan ukuran 700 mikron, tetapi pengurangan ukuran partikel akan meningkatkan kebutuhan enerji penggilingan
menjadi dua kali lipat (McEllhiney, 1992).
Mengoptimalkan Kelembaban Tepung
Riset terakhir dari Kansas State University (KSU) menunjukkan bahwa kandungan kelembaban dari
tepung sebelum kondisioning mempunyai pengaruh yang linier (R=0,97) terhadap kualitas pellet
(Geer and Fairchild, 1999). Teknik baru memungkinkan penambahan kelembaban sejak dari mixer,
yang dapat menjadi cukup menguntungkan apabila menggunakan bijian dengan kelembaban yang rendah.
Beyer et al (2000) pada penelitian terhadap broiler sampai umur 42 hari melaporkan bahwa peningkatan PDI (61,7 % vs 87,3 %) dengan cara mengendalikan kelembaban di mixer dapat memperbaiki konversi pakan. FCR diperbaiki 5 point pada fase umur 3 - 6 minggu dan
membaik 2 point selama umur 0 - 6 minggu.
Sebaliknya peneliti KSU juga menemukan beberapa kerugian yaitu bahwa penambahan kelembaban di mixer akan meningkatkan berat per volume pakan yang menjadikan tidak efektivifnya transportasi.
Termasuk juga berakibat negatif terhadap densitas nutrisi.
Kualitas Steam
Pakan unggas dengan kandungan utama jagung atau sorghum membutuhkan kondisioning yang baik untuk
mengaktifkan perekat alami dan meningkatkan kualitas pellet. Kondisioning yang tepat membuka
sel-sel pati dari jagung (sebagai contoh), mengubah susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin yang akan membentuk bulatan di sekeliling molekul bahan baku lain dalam proses yang dikenal
sebagai gelatinasi. Amilopektin bebas dari kondisioning adalah yang paling berperan dalam hal kualitas pellet.
Kondisioning yang cukup harus berlangsung dalam periode yang singkat, tidak lebih dari beberapa
menit dalam sistem steam konvensional atau 30 detik dalam super conditioner atau sistem expander. Steam berkualitas baik akan membantu mengoptimalkan pengaruh panas dan kelembaban terhadap bahan tepung. Kualitas steam didefinisikan sebagai jumlah uap air dibagi campuran air bebas
dan uap air. Steam jenuh terdiri atas 100 % uap air, sedangkan steam basah mengandung air bebas
dan uap air sehingga kandungan uap air lebih kecil dari 100 %. Turner (1995) menyarankan bahwa
dalam menggunakan steam jenuh (steam kualitas baik) suhu bahan tepung meningkat sekitar 16 oC
untuk setiap peningkatan 1 % kelembaban bahan tepung. Jika kualitas steam dikurangi menjadi 80 %
(steam basah) maka suhu bahan tepung hanya meningkat 13,5 oC untuk setiap peningkatan 1 % kelembaban. Kualitas steam yang jelek dapat mengurangi suhu kondisioning 6 - 11 oC tergantung pada
jumlah kelembaban yang ditambahkan.
Rendahnya kualitas steam bisa terjadi akibat kehilangan panas dalam saluran steam atau akibat
masuknya buih-buih ke dalam saluran steam. Apabila steam menjadi masalah maka bisa dipasang steam
trap untuk membuang kondensat ke luar saluran steam. Trap harus dipasang pada interval jarak 30
meter dan pada belokan steam. Sistem untuk menghasilkan steam berkualitas baik harus mengkombinasikan separator - regulator - steam trap pada jalur steam ke kondisioning untuk membuang tetesan - tetesan air yang tidak bisa dibuang melalui steam trap sepanjang saluran steam.
Dengan sistim steam yang konvensional diharapkan steam kualitas baik (97 %) yang masuk ke kondisioning untuk memungkinkan tercapainya suhu kondisioning 88 oC.
Dimana dan Bagaimana Aplikasi Lemak
Dimana dan bagaimana mengaplikasikan lemak dalam proses produksi pakan membuat perbedaan yang besar dalam kualitas pellet. Pengalaman menunjukkan bahwa penambahan lemak lebih dari 2 % di mixer
menyebabkan penurunan kualitas pellet. Kandungan lemak yang tinggi dalam bahan tepung cenderung
mengurangi pergesekan antara pakan, die dan roller. Ini menghindari roller menekan pakan melewati die secara efektif dan berkompresi.
Sebaliknya sistem aplikasi yang lebih moderen (untuk post pelleting) bisa menambahkan lemak tanpa mempengaruhi kualitas pellet. Lemak dapat ditambahkan di die meskipun ini akan menimbulkan
masalah kebersihan di jalur setelah mesin pellet khususnya di dalam cooler. Belakangan ini adakecenderungan untuk menambahkan lemak pada fase akhir (loadout) menggunakan sistem coating yang
disemprotkan (bertekanan atau tidak). Apabila penambahan lemak di die hanya bisa mengaplikasikan
2 - 3 %, maka teknologi terakhir (loadout) memungkinkan penambahan lemak 6 - 8 %. Teknologi ini
memberikan waktu yang cukup bagi lemak untuk diserap ke dalam pellet tanpa masalah pelepasan panas dan kelembaban dari pellet seperti yang biasa terjadi pada die.
Perawatan Die yang Hati-hati
Mempertahankan kondisi optimum dari die adalah vital untuk menghasilkan pellet berkualitas tinggi. Beberapa masalah umum yang mempengaruhi kualitas pellet adalah keausan pemukaan die, korosif,
lubang melebar. Masalah ini menurunkan kualitas pellet akibat berkurangnya ketebalan efektif die
dan rasio kompresi lubang die. Apabila kualita pellet terlihat menurun dalam waktu lama tanpa
penyebab yang jelas, maka rekondisi die atau penggantian die perlu dilakukan.
Rekondisi die dapat memperpanjang umur die dan memberikan kapasitas produksi tambahan, diperkirakan sebanyak 65.000 ton untuk pakan broiler, yang biayanya lebih murah dibandingkan mengganti dengan die baru. Meskipun demikian, keuntungan dari performans ayam sebagai konsekuensi kualitas pellet yang optimum harus
seimbang dengan biaya pergantian die. Sebagai contoh, produsen pakan itik merekondisi die tiga kali lebih sering
daripada produsen pakan broiler karena kepentingan untuk kualitas pellet yang lebih baik. Lubri
kasi pellet mill yang lebih sering, membersihkan logam-logam yang terperangkap di atas mesin pellet, dan penyesuaian jarak antara roller dan die secara hati-harti dapat membantu mengurangi
masalah die.
Pengembalian Investasi Atas Penampilan Produksi Unggas
Dari sudut pandang efektivitas biaya, maka kualitas steam, aplikasi lemak dan perawatan die adalah yang paling menguntungkan untuk optimalisasi kualitas pellet. Pilihan - pilihan lain bisa
juga memperbaiki kualitas pellet secara nyata tetapi akan membutuhkan peralatan baru atau modifikasi yang dapat meningkatkan biaya produksi.
Juga adalah memungkinkan untuk meningkatkan kualitas pellet dengan menggunakan bahan baku yang
mengandung perekat alami seperti gandum dan produk ikutannya. Jalan lain juga dengan menambahkan
perekat pellet komersial. Manipulasi formula untuk meningkatkan kualitas pellet akan mengurangi
keleluasaan dalam formulasi ("least cost") dan dalam jangka panjang meningkatkan biaya.
Untuk mengoptimalkan kualitas pellet dengan biaya efektif, produsen pakan harus yakin bahwa
pabrik sudah melakukan dengan benar penanganan steam, lemak dan die. Menyesuaikan perubahan-perubahan besar dalam formulasi pakan maupun proses produksi, pengembalian dari diperbaikinya penampilan produksi unggas akan harus melebihi dari peningkatan biaya dari produksi pakan. |