PEMBERIAN PAKAN UNTUK MENGURANGI STRESS PANAS
Drs SV Rama Rao, D Nagalakshmi and VR Reddy. Feeding to Minimise Heat Stress. Poultry International
Vol 41 No 7. June 2002.
Ayam pedaging dan petelur berproduksi kurang efisien selama cuaca panas. Meminimalkan gangguan ini
adalah dengan cara mengubah spesifikasi pakan dan
praktek pemberian pakan. Unggas banyak dihadapkan pada stress yang berasal dari berbagai sumber antara lain praktek
manajemen, nutrisi dan kondisi lingkungan. Pada pemeliharaan unggas di negara-negara tropis
dimana suhu lingkungan merupakan stressor utama dengan kisaran luas dari 5 sampai 35 - 43 oC
untuk waktu yang lama. Suhu ideal pada broiler 10 - 22 oc untuk pencapaian
berat badan optimum dan
15 - 27 oC untuk efisiensi pakan.
Ayan petelur mampu berproduksi stabil pada kisaran suhu 10 - 30 oC. Di atas suhu 30 oC penampilan
berupa pertumbuhan, konsumsi, produksi telur, ukuran telur dan kualitas kerabang
telur mulai terpengaruh.
Ketidakseimbangan nutrisi bisa disebabkan oleh jeleknya kontrol kualitas dan pengaturan pakan,
bahan baku pakan dan bahan imbuhan pakan. Ditambah lagi, mikotoksin berkembang sangat cepat
pada kondisi panas dan lembab, menyebabkan kerugian produksi, menurunnya daya tahan tubuh dan
mortalitas tinggi. Penyimpangan dalam praktek manajemen yang rutin seperti pengobatan, vaksina
si, potong paruh dan lain-lain juga bekontribusi terhadap stress. Pada sisi yang positif, nutrisionis dan manajer farm bisa melakukan perubahan atas pakan dan
praktek pemberian pakan untuk membantu mengurangi pengaruh stress panas pada ayam pedaging dan
petelur.
Enerji
Konsumsi enerji merupakan nutrisi penting yang membatasi penampilan unggas pada suhu tinggi.
Kebutuhan enerji untuk pemeliharaan tubuh menurun sekitar 30 kcal/hari sejalan dengan peningkatan
suhu di atas 21 oC. Meskipun kebutuhan enerji untuk pemeliharaan adalah lebih rendah pada suhu
lebih tinggi, tetapi kebanyakan enerji terbuang sebagai panas tubuh sehingga kebutuhan enerji
absolut tidak terpengaruh akibat stress panas.
Kandungan enerji pakan harus dimodifikasi yang memungkinkan pengurangan konsumsi selama suhu
tinggi. Konsumsi pakan berubah 1,72 % pada setiap variasi 1 oC dari suhu ambang antara 18 oC
sampai 32 oC. Penurunan menjadi lebih cepat (5 % untuk setiap 1 oC) apabila suhu meningkat ke
32 - 38 oC. Tindakan untuk meningkatkan konsumsi pakan antara lain dengan penggunaan lemak dalam pakan.
Konsumsi meningkat di atas 17 % pada penambahan 5 % lemak pada unggas yang mengalami stress
panas karena lemak memperbaiki palatabilitas. Di samping itu, lemak memberikan tambahan kalori
akibat menurunnya laju pencernaan dan karenanya meningkatkan penggunaan nutrisi. Lemak atau
minyak dengan lebih banyak asam lemak jenuh lebih disukai untuk iklim panas lembab. Konsentrasi
enerji harus ditingkatkan10 % selama stress panas, sedangkan konsentrasi nutrisi lain juga ditingkatkan 25 %.
Protein
Kebutuhan protein dan asam amino terlepas dari suhu lingkungan sehingga karenanya stress panas
tidak mempengaruhi penampilan unggas sepanjang kebutuhan protein sudah terpenuhi. Meskipun demikian, stress panas
mengurangi konsumsi dan tingkat protein serta asam amino harus ditingkatkan
apabila suhu lingkungan di atas 30 oC. Pada suhu yang lebih tinggi, stress panas berpengaruh
langsung terhadap produksi dan karenanya tidak terlalu menguntungkan untuk meningkatkan kadar
protein.
Keseimbangan asam amino dalam pakan memperkecil deposisi lemak dalam hati, yang meningkatkan
jumlah unggas yang bisa bertahan terhadap suhu panas. Jadi pakan rendah protein dengan asam
amino kritis yang seimbang (methionine dan lysine) lebih menguntungkan dibandingkan
pemberian pakan tinggi
kandungan protein selama periode panas. Oksidasi atas kelebihan protein atau asam amino
akan menghasilkan panas metabolik.
Kalsium dan Fosfor
Stress panas mengurangi ambilan kalsium dan konversi vitamin D3 menjadi bentuk metabolit aktifnya 1,25(OH)2D3 yang esensial untuk absorbsi dan penggunaan kalsium. Kebutuhan kalsium pada ayam
petelur khususnya yang lebih tua akan meningkat pada lingkungan bersuhu tinggi. Untuk menanggulangi
pengaruh ini, tambahan kalsium harus disediakan sebanyak 1 gram / ekor berupa grit kulit kerang,
maupun limestone. Suplementasi harus dilakukan di atas tingkat kalsium pakan yang normal (3,75
g/ekor/hari) yang direkomendasikan untuk ayam petelur.
Meskipun demikian kelebihan kalsium mengurangi konsumsi pakan akibat keterbatasan fisiologis
yang mempengaruhi selera makan atas kalsium. Di samping meningkatkan spesifikasi pakan, kalsium
harus disajikan terpisah sebagai pilihan bagi unggas. Hasil yang lebih baik diperoleh dengan
memberikan sumber kalsium pada siang hari. Ukuran minimum sumber kalsium yang mampu memperbaiki
retensi gizzard adalah sekitar 1 mm.
Tingkat fosfor dalam pakan tidak boleh dilupakan karena kelebihan fosfor akan menghambat
pelepasan kalsium tulang dan pembentukan kalsium karbonat dalam kelenjar kerabang sehingga dapat
mengurangi kualitas kerabang telur.
Elektrolit / Unsur-unsur Penyangga
Penambahan 0,5 % sodium bikarbonat ke dalam pakan atau 0,3 - 1,0 % ammonium chloride atau sodium
zeolite dapat mengatasi alkalosis yang disebabkan oleh stress panas. Sodium bikarbonat memacu
konsumsi makan dan minum pada suhu lingkungan yang tinggi. Laju pertambahan berat badan dapat
ditingkatkan 9 % dengan penambahan bahan kimia ini ke dalam pakan broiler yang mengalami stress
panas.
Pengeluaran potassium melalui urine secara nyata lebih banyak pada suhu 35 oC dibandingkan pada
suhu 24 oC. Kebutuhan potassium meningkat dari 0,4 ke 0,6 % dengan kisaran suhu 25 oC sampai 38 oC.
Ambilan harian potassium 1,8 - 2,3 g dibutuhkan unggas untuk pertumbuhan berat badan yang maksimum selama kondisi panas.
Sebagai kompensasi akibat menurunnya konsumsi pakan selama stress panas, kandungan elektrolit
(sodium, potassium dan chloride) yang diijinkan dapat ditingkatkan 1,5 % untuk setiap peningkatan
suhu 1 oC di atas 20 oC. Elektrolit juga terdapat dalam air minum dan faktor ini perlu diperhitungkan. Kelebihan ambilan elektrolit dapat menyebabkan kotoran basah. Potassium chloride dapat
ditambahkan lewat air minum (untuk memberikan 0,24 - 0,30 % K) tetapi harus menhindari ketidakseimbangan. Kelebihan chloride diketahui menurunkan konsentrasi bikarbonat darah.
Selama stress panas, unggas mencoba mempertahankan suhu tubuh dengan meningkatkan pernapasan,
di antaranya evaporasi air metabolik yang akan meningkatkan kebutuhan air. Penambahan elektrolit
(dan atau vitamin C) ke dalam air dingin membantu meningkatkan konsumsi makan pada unggas yang
mengalami stress panas.
Vitamin
Penambahan asam ascorbat (vitamin C), vitamin A, E, D3 dan thiamin dapat memperbaiki penampilan
unggas yang dipelihara pada suhu lebih tinggi. Meskipun demikian, kehilangan aktivitas vitamin
dalam premiks maupun pakan selama penyimpanan khususnya pada suhu tinggi merupakan perhatian
utama dan kejadian ini bisa menjelaskan hasil-hasil yang bertentangan atas pengaruh suplementasi vitamin
selama stress panas. Suhu tinggi, kelembaban, sifat tengik dari lemak, mineral jarang dan choline
mempercepat denaturasi vitamin. Aktivitas vitamin dalam pakan dapat dipertahankan dengan menggunakan antioksidan, vitamin dilapisi gelatin, kondisi penyimpanan yang tepat
serta penambahan choline
dan mineral jarang terpisah dari vitamin.
Asam ascorbat sintetik berkurang pada suhu tinggi, menjadikannya esensial untuk suplementasi selama musim panas. Vitamin membantu mengendalikan peningkatan suhu tubuh dan konsentrasi corticosterone plasma. Juga memperbaiki kualitas kerabang telur dengan perannya dalam pembentukan matrix
organik kerabang. Selanjutnya melindungi sistem kekebalan tubuh dan mengurangi mortalitas pada
unggas bertumbuh yang terinfeksi IBD pada suhu tinggi dengan melindungi organ-organ lymphoid dan
aktivitas thyroid. Suplementasi asam ascorbat (200 - 600 mg / kg pakan) memperbaiki pertumbuhan,
produksi telur, jumlah telur menetas, efisiensi pakan, berat telur, kualitas kerabang dan daya
hidup selama stress panas.
Vitamin E melindungi membran sel dan memacu sistem kekebalan tubuh sehingga suplementasi nutrisi
akan bermanfaat selama cuaca panas. Kematian yang disebabkan oleh infeksi E. coli secara nyata
berkurang dengan penambahan vitamin E ke dalam pakan.
Stress panas diketahui mengganggu konversi vitamin D3 menjadi bentuk metabolit aktif yaitu
1,25(OH)2D3, sehingga tingkat ketersediaan dalam pakan harus disesuaikan selama periode suhu
tinggi. Bentuk aktif dari vitamin D3 terlibat dalam sintesa protein pengikat kalsium yang
esensial untuk menjaga keseimbangan kalsium dan fosfor.
Di atas suhu 32 oC, kebutuhan akan thiamin menjadi dua kali lipat dari tingkat normal pada suhu
21 oC.
Antibiotik dan Agen Chemoterapeutic
Sejumlah senyawa efektif mengurangi pengaruh merugikan terkait dengan hyperthermia meskipun biayanya bisa menjadi penghalang. Senyawa antipiretic seperti asam salisilat dan
aspirin mampu memperkecil
kadar catecholamine dalam darah selama stress panas. Penampilan unggas yang mengalami stress
panas dapat ditingkatkan dengan penambahan magnesium aspartate, zinc sulphate, diazepam,
metyrapone atau clonidine dalam pakan. Aureomycin didapati mampu mengatasi stress (pertumbuhan
tertekan) yang disebabkan oleh pemasukan protein asing atau salmonella endotoksin meskipun cara
ini belum cukup menguntungkan. Dari beberapa laporan diketahui asam asetilsalisilat (3 % dalam
pakan) meningkatkan laju pertumbuhan dan kualitas kerabang meskipun hasilnya tidak konsisten.
Resinpine sebuah bentuk alkaloid dari tanaman Rawolfia diketahui mampu mencegah kehilangan
karbon dioksida sehingga keseimbangan asam basa darah terjaga dari unggas yang dihadapkan pada
suhu tinggi. Flunixin sejenis obat analgesik anti pembengkakan diberikan dengan dosis 0,28 - 2,2
mg / kg berat badan per hari meningkatkan konsumsi minum sebesar 150 - 300 ml / ekor/ hari. Senyawa antikoksidial seperti nicarbazine (pada dosis standar 125 mg/kg) meningkatkan mortalitas
broiler di atas 90 % selama stress panas. Penambahan potassium chloride ke dalam air minum dapat
menetralisir pengaruh racun.
Perubahan Cara Pemberian Pakan
Pada kondisi panas dan lembab, pakan tidak boleh disimpan lebih dari seminggu.
Suhu tubuh unggas meningkat setelah mengkonsumsi pakan disebabkan oleh proses thermogenik dari
pencernaan dan metabolisme. Pada pemberian pagi, pengaruh thermogenik bersamaan dengan peningkatan suhu lingkungan akan memperparah akibat stress panas. Pengaruh thermogenik berakhir setelah
8 - 10 jam pada suhu 35 oC, dibandingkan hanya 2 jam pada 20 oC. Produksi panas metabolik 20 -
70 % lebih rendah pada ayam lapar dibandingkan ayam setelah diberi makan. Selama cuaca panas,
unggas harus dijauhkan dari pakan sementara suhu meningkat dan mencapai puncaknya. Pemberian
makan selama jam-jam awal dan akhir dari hari terang akan membantu mengurangi kematian pada ayam
broiler. Pemberian makan berselang seling misalnya dengan penyediaan cahaya selama 30 menit disusul 3 jam gelap dapat mengurangi aktivitas unggas (produksi panas) tetapi dibutuhkan 20 - 30 %
luasan tempat makan dan minum yang lebih luas. Pada ayam petelur, pemberian makan selama jam
jam terakhir dari hari siang dapat mencukupi penyediaan kalsium untuk kalsifikasi kerabang yang
optimum.
Konsumsi pakan yang rendah merupakan penyebab utama dari penampilan yang rendah selama suhu
tinggi. Praktek-praktek berikut ini dapat membantu meningkatkan konsumsi makan :
1. Makan pakan dalam bentuk basah
2. Bentuk pakan crumble atau pellet
3. Pakan rendah kalsium dengan pilihan bebas sumber-sumber kalsium
4. Pemberian pakan sering
5. Penambahan lemak atau molasses untuk meningkatkan palatabilitas pakan.
|